Monday, May 5, 2008

Buruh dan Wakil Rakyat Bersitegang

* Aksi Unjuk Rasa di Pontianak Tuntut Kenaikan Upah

LAPORAN: TRIBUN PONTIANAK/SAFITRI RAYUNI

PONTIANAK, TRIBUN - Aksi unjuk rasa sekitar 500 buruh dan mahasiswa dari berbagai kabupaten dan kota se-Kalimantan Barat di gedung DPRD Kalbar, Pontianak, Senin (5/5), berlangsung tegang.


Massa dan anggota dewan sempat beradu mulut. Massa menuntut kontrak sosial yang berisi lima tuntutan yang mereka ajukan, selain ditandatangani, juga dicap dengan stempel dewan.

Para buruh yang mengusung bendera Persatuan Rakyat Kalimantan Barat (PRKB) menggelar aksi teatrikal dan orasi selama dua jam di halaman DPRD Kalbar. Mereka mengancam tidak akan bubar sebelum kontrak yang mereka ajukan dilengkapi dengan stempel resmi lembaga DPRD.

Kontrak sosial itu berisi tuntutan atas kenaikan upah minimum yang layak, pendidikan dan kesehatan gratis bagi buruh, tolak amandemen UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, penolakan terhadap sistem kontrak dan outsourcing, dan komitmen memerhatikan kesejahteraan buruh.

Tak hanya persoalan stempel, para buruh juga menyayangkan tidak tampilnya Ketua DPRD Kalbar, Zulfadhly, bersama lima perwakilan DPRD yang menemui mereka.

"Kami tidak akan bubar sebelum kontrak ini distempel resmi dan Pak Zulfadhly juga ikut teken," kata seorang demonstran kepada M Arya Tanjungpura, satu-satunya anggota dewan yang bersedia meneken kontrak tersebut.

"Iya, tetapi saya sudah mewakili lembaga DPRD untuk menekennya," jawab Arya. Para buruh mulai tak sabar. Mereka meminta Arya tetap menemui Zulfadhly dan membubuhkan stempel DPRD Kalbar.

Arya pun menurut. Sementara empat anggota DPRD Kalbar lainnya, yakni Katarina Lies, Zainudin Isman, Anwar, dan Herman Novi mundur teratur masuk ke ruang fraksi masing- masing.

Dengan diiringi lima orang perwakilan buruh tani dan PKL, Arya berjalan menuju ruang Zulfadhly di lantai II. Di depan ruangan, tiga orang berseragam hitam tampak berjaga-jaga.

Arya masuk. Tujuh menit kemudian, ia keluar dan bergegas ke lantai I diikuti para buruh. "Minta stempel, Pak," kata Arya kepada seorang petugas sekretariat dewan.

Yang diminta langsung bergegas lagi menuju ruang atas. Sekitar 15 menit menunggu, Arya menyerahkan berkas dengan stempel resmi DPRD Kalbar, namun tanpa tandatangan Zulfadhly.
Alasannya, Arya sudah cukup mewakili lembaga DPRD Kalbar.

Pukul 12.30 WIB, massa bubar. Perwakilan buruh dari berbagai kabupaten seperti buruh tani dari Sambas, buruh PT HSL dari Kabupaten Ketapang, Kubu Raya, Sanggau, Sekadau, dan Melawi kembali ke basis massa masing-masing di halaman gedung.

Gamelan Dayak
Sebelum memulai aksinya, mahasiswa dan buruh berkumpul di Tugu Degulis, Bundaran Universitas Tanjungpura, sekitar pukul 09.45. Mereka mengusung bendera dan spanduk dari elemen masing-masing.

Satu jam kemudia,n massa berjalan beriringan menuju gedung DPRD Kalbar diiringi tabuhan gamelan Dayak dan tarian topeng. Aksi teatrikal menampilkan kehidupan rakyat jelata yang menderita. Tubuhnya dirantai, dicat merah putih, berjalan dengan yang amat beban berat.

Koordinator aksi yang juga Koordinator Umum Persatuan Rakyat Kalimantan Barat, Puryadi Harto, mengatakan, aksi ini juga menuntut legalisasi tanah-tanah yang telah diolah dan dimanfaatkan oleh kaum tani.

"Kembalikan tanah-tanah yang dirampas kepada rakyat dan kaum tani. Berikan perlindungan dan subsidi atas hasil-hasil pertanian, mulai dari sarana prasarana produksi pertanian, pupuk, obat dan benih," ungkapnya.

Anggota Komisi A DPRD Kalbar, Zainudin Isman, ditemui usai mendengar aspirasi para demonstran mengatakan, tidak semua tuntutan yang diajukan tersebut bisa ditangani DPRD. "Sebab bukan kewenangan DPRD untuk melakukannya, hanya dua hal penting yang bisa kami perjuangkan, khususnya melalui komisi kami yakni mengkritisi RUU Badan Hukum Pendidikan, dengan fokus pada pendidikan dan kesehatan buruh," katanya. (fitri)

Read More..