Thursday, July 24, 2008

Cerita yang menggugah

Kemarin, Kamis 24 Juli, saya mendapat email berjudul 'cerita yang menggugah' dari Euodia Suryani (atau Eoudia ya?saya sering bingung menulis dan mengeja namanya). Dia wartawan ekonomi di deskku saat bekerja di Harian Borneo Tribune.

Kebetulan satu hari sebelumnya,23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Keponakan saya, Riska Megarianti saat ini tengah berada di Bogor untuk ikut kongres anak nasional. Riska yang presiden anak se-Kalbar ini selalu antusias kalau bercerita kepadaku soal aktivitasnya. Maklum, di antara keluarga, aku lah yang paling mendukung kesibukan ekstra kurikulernya. Karena cocok dan klik, Riska pernah bilang juga mau jadi wartawan kelak.."Sepertinya asyik, punya banyak kawan, berpikir bersikap bebas dan bisa jalan-jalan ke luar negeri," kata bocah kelas 2 SMU ini polos.

Balik lagi ke email Euodia, saya seperti diingatkan. Sebab, sudah hampir satu bulan ini saya meninggalkan kehidupan saya yang tenang. Saya memutuskan berhenti bekerja sebagai editor di perusahaan media yang sudah dilakoni satu tahun dua bulan ini. Bukan karena apa-apa. Semua person yang saya tahu sangat baik dan 'wellcome'. So far, everythings are good selama dua bulan saya di desk ekonomi. Bekerja dikejar waktu, lebih dari itu sudah pernah saya lakoni, thats no problem et al.

Bahkan selama pelatihan (saking semangatnya) saya melalap 700 artikel Joseph E Stighlitz (peraih nobel ekonomi dunia) untuk memperdalam persoalan ekonomi global. Saya juga membeli empat buah buku ekonomi makro dan mikro yang menulis tentang market, finance beserta ulasan-ulasan para pakar. Meski sekarang sudah berhenti, saya merasa tidak rugi melakukannya. Ilmu tetaplah ilmu. Bahkan sekarang saya sudah dua kali menamatkan buku berjudul 'Dekade Keserakahan'-nya Stighlitz

Hanya saja...akhirnya saya berhenti dari sana karena suatu alasan yang sangat kuat. Walau saya sangat sedih kehilangan ritme kerja yg penuh dinamika dan ketegangan diuber waktu. Bahkan sampai sekarang saking biasanya, saya baru bisa tidur di atas jam 12 malam. Setiap malam. Saya harus capek-capek dulu di depan komputer baru bisa nyenyak tidur. Kadang bobo sambil meluk laptop, hehehhee...

Dalam kesedihan, saya membaca nasihat bijak. "Jangan menangis karena tak punya sepatu, sebelum kamu melihat orang yang tak punya kaki" saat itu saya tertegun. Tak lama, di TV muncul tayangan peringatan hari anak. Tampil anak-anak lumpuh layu berusia 19 tahun yang mendapat bantuan kursi roda, alat yang ia nanti-nantikan sejak berusia 12 tahun. Penantian yang panjang dan mengharukan.

Kesadaran saya lengkap, ketika email ini juga mampir di monitor saya. Email dari wartawati yang lemah lembut, yang juga guru les Bahasa Inggris yang selalu mau belajar ini. Ini dia emailnya:
Aku kirimkan email ini kepada teman-teman, dan kenalan-kenalanku karena kalian berharga thanks
Dua Pilihan

Pada sebuah jamuan makan malam pengadaan dana
untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu.

Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:
'Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/alami. Namun tidak demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain.

Nah, bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku? 'Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu. Ayah tersebut melanjutkan: "Saya percaya bahwa,
untuk seorang anak seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir, satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia"

Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut: Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Shay bertanya padaku,"Apakah kau pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?" Aku
tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti
Shay ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi
fisiknya yang cacat..

Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat ikut dalam tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, "kami telah kalah 6 putaran dan sekarang sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkan dia
bertanding pada babak kesembilan nanti'

Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam hatiku.. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.


Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu.
Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya
dari kerumunan..
Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi.Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.

Pada kondisi yg spt ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka? Yang mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay.

Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.

Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang pitcher, sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan melempar bola
itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu.
Lemparan pertama meleset; Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput. Pitcher tsb kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar bola itu perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang,Shay mengayun kearah bola itu dan mengenai bola
itu dengan satu Pukulan perlahan kembali kearah pitcher.

Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan mudah melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir.


Sebaliknya, pitcher tsb melempar bola melewati baseman pertama, jauh dari jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak, "Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!".

Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan
matanya.

Semua orang berteriak, "Lari ke base dua, lari ke base dua!" Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua. Pada saat Shay menuju base dua,
seorang pemain sayap kanan memegang bola itu di tangannya.

Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali dalam hidupnya.
Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, Sehingga diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati jangkauan penjaga base ketiga.

Shay berlari menuju base ketiga. Semua yang hadir berteriak, "Shay, Shay, Shay,
teruskan perjuanganmu Shay" Shay mencapai base ketiga saat seorang pemain
lawan berlari ke arahnya dan memberitahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh.

Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, "Shay, larilah ke home, lari ke home!". Shay berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.

Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan ke dalam dunia.

Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana dia telah menjadi seorang hero,bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan bagaimana dia telah
membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan kecilnya.

Seorang bijak pernah berkata, sebuah masyarakat akan dinilai dari cara mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.

Catatan kaki:
Kita sering mengirim ribuan jokes lewat email tnp pikir panjang, namun bila kita harus mengirimkan mail tentang pilihan dalam hidup, kita seringkali ragu. Kejadian-kejadian vulgar,kasar dan mengerikan acap terjadi dalam hidup ini,namun pembicaraan
tentangnya seolah tertelan waktu, baik itu di lingkungan pendidikan atau kerja.

Jika Anda berpikir untuk forward email ini, kemungkinannya Anda akan memilih daftar orang-orang dari email address Anda yang Anda pikir layak untuk menerima email Anda. Ingatlah, bahwa orang yang mengirimi Anda email ini berpikir bahwa kita semua
dapat membuat perbedaan.

Kita semua mempunyai banyak pilihan dalam hidup setiap harinya untuk dapat memahami "kejadian alami dalam hidup". begitu banyak hubungan antar 2 manusia yang kelihatan remeh, sebenarnya telah meninggalkan 2 pilihan bagi kita:
Apakah kita telah meninggalkan cinta dan kemanusiaan atau, Apakah kita telah melewatkan kesempatan untuk berbagi kasih dengan mereka yang kurang beruntung, yang menyebabkan hidup ini menjadi dingin?

Read More..

Friday, July 18, 2008

Sejumput kisah dari desk kriminal

September 2003. Tahun pertama karir sebagai jurnalis kulakoni sebagai wartawan magang di desk kriminal. Dari 4 wartawan baru yang masuk Equator (grup Jawa Pos di Pontianak) ini, aku satu-satunya cewek.

Tak heran teman-teman seangkatanku selalu bersikap melindungi bak saudara kandung, tak pernah ada terlintas mereka hendak bertingkah ‘macam-macam’ meski kami sering liputan malam bahkan sampai subuh menjelang. Beginilah semestinya wartawan bersikap. Saya amat merindukan mereka, kalau berjumpa, kami biasa bersnostalgia dan tertawa mengenang bagaimana suka-duka liputan kriminal. Mereka adalah Misrawi (kini biro Equator Kapuas Hulu), mahmudi (kini redaktur olahraga), Kamiriluddin (kini biro di Ketapang)

Satu tahun meliput kriminal, berbagai modus dan kasus kejahatan saya temui. Curas, curat, pemerasan, pengancaman, pencabulan, sodomi, dan banyak ‘seksual harassment’ lain.

Umumya pelaku seksual harassment tidak pernah mau jujur dan mengaku sebelum digebuki polisi. Berbagai cerita dan detail pun dirangkai. Intinya ‘aku selamat’ dari jerat hukum. Mereka berusaha agar skrip kisah seakan-akan terjadi suka sama suka. Pasal dan UU Perlindungan Anak lah yang biasa menjerat mereka.

M.M. Nilam Widyarini, MSi, seorang Dosen Psikologi mengatakan, skrip-skrip seksual (sexual scripts) yang dimaksudkan di sini adalah harapan mengenai urutan terjadinya perilaku dalam interaksi seksual.

Menurut skrip seksual-heteroseksual, pada sebagian besar masyarakat, pria berinisiatif pada tiap level aktivitas seksual, biasanya tanpa mengajukan permintaan secara verbal, dan wanita mungkin menurut atau menolak. Selanjutnya pria memroses ke tingkat yang lebih intim, sampai mereka mengalami resistensi.

Sementara, kekerasan dan pelecehan seksual menyebabkan perasaan ternoda, malu, dan ketakutan. Oleh karena itu para korban tidak dapat begitu saja secara sukarela mengungkapkan keadaannya. Boro-boro visum ke rumah sakit pasca pemaksaan kontak fisik dan hubungan intim, untuk melapor saja mereka memerlukan keberanian luar biasa. Sebab biasanya ancaman selalu mengintai.

Kekerasan seksual dapat terjadi di mana-mana. Beberapa kali kita mendengar berita perkosaan yang dilakukan oleh pengemudi taksi terhadap penumpang wanita; perkosaan terhadap pelajar wanita oleh pemuda berandal; tak terkecuali terhadap santri yang baru saja selesai mengaji di pondok pesantren Aa Gym.

Seorang wanita berprestasi, yang memiliki kemampuan survival cukup kuat saja tampak rentan mengalami kekerasan seksual. Kemungkinan pelakunya bukan orang yang tidak dikenal, melainkan oleh orang yang sangat dekat.

Kekerasan seksual tampak tidak pandang bulu: siapa pun dapat menjadi korban, terutama wanita, dan bahkan dapat dilakukan oleh orang yang sudah dikenal. Yang menjadi pertanyaan besar kita sekarang adalah, mengapa kekerasan seksual dapat terjadi antara orang yang saling mengenal?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat melihat dan beberapa kemungkinan. Hal ini telah dijelaskan oleh James T. Tedeschi & Richard B. Felson dalam Violence, Aggression, & Coercive Actions.

Menurut data etnografi (Broude & Greene), pada 50% dari 34 etnis yang diteliti, pria biasanya atau selalu mengambil inisiatif dalam relasi seksual. Hanya 17,6% etnis yang wanitanya mengambil inisiatif, dan pada 32,4% etnis lainnya kedua belah pihak mengambil inisiatif dengan frekuensi yang seimbang; Dengan sampel lebih luas, pada 77% dari 65 etnis, pria menunjukkan agresivitas verbal dan fisik dalam relasi seksual.

Kadang relasi seksual terjadi melalui negosiasi. Pria berinisiatif dan wanita akhirnya menurut setelah sebelumnya menolak. Johnson, Palileo & Gray menemukan 17% mahasiswi menunjukkan selalu mengatakan "tidak" untuk melakukan aktivitas seksual meskipun akhirnya mengatakan “ya”.

Sebagian pria memilih melanjutkan aktivitas seksual meski menghadapi penolakan. Pria melanjutkan inisiatif seksual ketika menghadapi penolakan karena ia yakin bahwa wanita akan terstimulasi secara seksual dan mengubah pikirannya. Strategi semi efektif bila wanita bersikap ambivalen untuk melakukan relasi seksual (Muehlenhard & Hollabaugh).

Ketika pria terangsang selama “proses negosiasi”, kendalinya untuk menggunakan kekerasan mungkin sangat rendah. Ia menjadi kurang perhatian pada perasaan pasangan atau implikasi jangka panjang perilaku seksual tersebut, dan mungkin gagal mempertimbangkan implikasi moralnya. Dalam keadaan terangsang, keputusan dibuat dengan fokus pada pencapaian akhir perilaku seksual.

Berbagai hasil survei menunjukkan banyak wanita yang mengalami pemaksaan seksual sejak remaja. Kenyataannya, hanya sebagian kecil yang mengalami kekerasan fisik.

Sebagian besar pelaku menggunakan bujukan. Mungkin karena menggunakan bujukan ini sebagian wanita memilih patuh dengan berbagai alasan: menghindari keributan, merasa wajib patuh.

Kekerasan seksual juga merupakan hasil miskomunikasi tentang minat seksual wanita. Hasil penelitian menunjukkan pria yang terlibat dalam kekerasan seksual kurang mampu membedakan persahabatan dengan perilaku untuk menggairahkan.

Selain itu pria juga berlebihan dalam menilai (overestimate) terhadap minat wanita dalam hal seks. Hal ini disebabkan gairah seks pria lebih tinggi daripada wanita, dan menganggap orang lain sama dengan dirinya. Akibatnya, pria sering menginterpretasi persahabatan wanita sebagai minat seksual.

Miskomunikasi semacam ini sering terjadi dalam situasi kencan, ketika pria mengharapkan wanita berminat melakukan aktivitas seksual dan ternyata wanita itu tidak berminat.

Bila pria banyak mengeluarkan uang atau memberikan hadiah saat berkencan, mungkin ia berharap melakukan aktivitas seksual. Bila si wanita ternyata tidak menginginkan, si pria mungkin menggunakan kekerasan untuk mendapat kesempatan melakukan aktivitas seksual. ****

Read More..

Thursday, July 17, 2008

empat jam bersama Aria Jalil

Berita kedatangannya ke Kalbar sudah aku terima sejak aku berangkat ke Ketapang. Pria yang memilih tinggal di Canberra, ibukota Australia ini sudah mengirim pesan sejak ia masih di bumi kangaroo itu.
Aria Jalil. Begitu ia biasa dipanggil. Sosok kebapakan yang merintis hidup dari seorang tukang susu hingga menjadi atase kebudayaan RI di Australia ini memberi banyak pencerahan dan inspirasi. Dalam usia 68 tahun semangatnya bak pemuda usia 20-an.

Aku bertemu Aria saat merayakan Idul Fitri di Kedubes RI di Canberra, ia pula yang mempertemukan aku dengan Ahdiyat Kartamihardja, novelis fenomenal yang mengobok-obok negara ini dengan novel berjudul 'Atheis'.

Dalam lobi dan rayuku waktu itu, Aria akhirnya bersedia menjadi 'freelancer' untuk Harian Borneo Tribune. Koran dari putra-putra daerah Kalbar yang di dalamnya terdapat orang-orang muda dengan semangat baja, dan ...rasa kasih sayang, persaudaraan, yang sulit dilupakan dan tiada duanya.

Atas permintaaan Aria, aku mengurus segala keperluannya untuk bertemu rekan-rekan pers dan mahasiswa yang bersedia berdiskusi dengannya. Kami pun menggelar diskusi di ruang redaksi Borneo Tribune Rabu (16/7) lalu.Semua redaktur Borneo Tribune hadir, Ada Bang Yusriadi, intelektual STAIN yang bergelar doktor dr Univ. kebangsaan Malaysia. Abang satu ini sudah banyak menulis buku.Pemikirannya bernas. Suatu saat aku ingin bisa secemerlang bang Yus.

Ada Bang Nur Iskandar juga tentunya, selaku moderator diskusi. Abang satu ini terkenal dengan sifat sederhana dan 'ngemong' terhadap wartawan. Abang yang selalu mau mendengar dan membantu orang lain.

Ada Bang Tanto Yakobus, yang selalu ceria dan membuat hal-hal sulit jadi terlihat mudah...prinsipny...santaaaaaii....hehehe..Ada Bang muhlis suhaeri. Abang yang selalu memberi pencerahan dan inspirasi. Enak buat curhat, easy going tapi serius. Ada Bang mering, yang asyik diajak ngobrol dan tertawa-tawa sambil timpuk-timpukan pakai buku. Pertemuan kembali dengan mereka menambah rasa 'kangen' teringat awal-awal kisah membangun borneo tribune.

Isi diskusi juga tak kalah bernas. Tak sedikit dosen dan mahasiswa yang beranimo terhadap acara ini. Aria bercerita banya, isi ceritanya...nanti kubagi-bagi deh ilmunya...yang jelas, aku amat terkesan dengan satu dari sekian banyak tulisan Aria yang dikirim ke emailku saat ia menjadi 'freelancer' dari Canberra. Soal filsafat Kodok Ngojay yang banyak jadi sifat orang Indonesia. Tangan menyembah ke atas, kaki menendang yang di bawah. Hehehehehe. Mudah2an kita gak sama yaaacchh...

Read More..

Saturday, July 5, 2008

Suatu malam di tambak udang

Makan udang galah? Mauuuu!!...jawabku langsung saat ditanya suami suatu sore. Ia mengajakku hadir dalam jamuan makan malam di resto Tambak Udang yang terkenal di Ketapang. Udang sebesar kepalan tangan langsung terbayang-bayang di mata. "Nyam... its so nyummy, so delicious," kataku dengan mata berbinar.
Menu ala udang, seperti shabu-shabu memang favorite-ku. Agak mahal, makanya kalau ada kesempatan makan gratis, asal halal sumbernya, hayoh hajar ajah.... Kamis Pukul 19.30, setelah mandi aku dan suami bergegas menuju lokasi pesta.

Naik Ferozza, perjalanan ditempuh sekitar 20 menit. Dalam perjalanan kami tertawa-tawa membayangkan dan menghitung berapa udang galah yang mampu kami makan nanti. Maklum, demi udang galah ini, pernah aku dan Ronny harus menempuh perjalanan hingga kota pelabuhan yang jaraknya 92 kilometer dari Ketapang.
Waktu itu kami menginap di Sukadana, 80 km dari Ketapang. Usai berjalan-jalan ke Pantai Pulau Datok dan Pantai Pasir Putih, perut terasa sangat lapar. Kami sepakat menu makan siang yang cocok adalah udang galah.
Di Sukadana, tak satupun resto yang menyiapkan menu ini. Kami memutuskan ke Kecamatan Teluk Melano, 12 kilometer dari Sukadana, menuju sebuah restoran yang menyajikan menu udang galah segar. Perjalanan satu jam itu tak membuahkan hasil. Resto dekat pelabuhan dan pasar itu sudah kehabisan menu udang. Maklum hari sudah agak siang. Balik ke Sukadana, kami makan siang di tempat biasa, berkemas dan kembali ke Ketapang dengan sepeda motor. Lelah tapi mengasyikkan.
Asyik mengenang perjalanan berburu udang galah segar, kami tiba di lokasi. Resto Tambak Udang. Restoran yang hanya dikunjungi orang-orang berduit untuk sekadar memanjakan lidah dengan sajian fresh langsung dari tambak.
12 orang tampak sudah menyelesaikan hidangan di depannya. Mereka menyambut kami dengan celetukan, "Wah kalau pengantin baru selalu datangnya lama," kata Dicky.. Aku dan Ronny cuma tertawa.
Kami duduk di ujung meja panjang. Tak lama pelayan membawakan aneka menu udang galah segar. Ada yang dibakar dengan saos mentega, udang goreng tepung juga asam pedas ikan gabus dan kakap. Semua berukuran jumbo dengan porsi besar.
Beberapa kawan mendekat. Mereka sudah makan dan beristirahat sekitar setengah jam, tapi masih ingin mencoba me'ratah' menu gurih ini. Melihat makanan banyak begini aku jadi ingat dua kawanku, wartawanb baru biro daerah yang ngekos di Ketapang. Iin dan Rozi. Aku kontak, mereka ternyata pada sudah makan nasi goreng. Ya sudahlah, lain kali deh ya kawan, aku traktir....blom rezeki he he he

Read More..

Pembenaran sebuah kesalahan tidak membuat kesalahan tersebut menjadi benar

(dari blog ustadz saya) Seorang pria yang sedang bermasalah bersumpah kalau masalahnya terselesaikan. Dia akan menjual rumahnya dan menyumbangkan hasil penjualan itu kepada kamu duafa. Ketika masalahnya benar-benar selesai, dia sadar kalau dia harus menunaikan nazarnya itu.

Namun sekarang ia enggan untuk melepas begitu banyak uang, jadi dia mencari jalan keluar. Dia lantas menjual rumahnya hanya seharga 1 keping uang perak. Namun dia memasukkan seekor kucing dalam penjualan rumahnya itu.

Kucingnya dihargai 10.000 keping uang perak. Seseorang membayar harga yang diminta. Sang pria memberikan 1 keping uang perak kepada kaum duafa dan mengantongi 10.000 keping uang perak. (Idries Shah dalam The Tales of the Dervishes).

Dalam cerita sufi di atas, sang pria berusaha mencari pembenaran atas sebuah kesalahan, sementara kenyataannya, dia ingkar janji. Sebagai analisis akhir, ada integritas yang hilang, dan ketika dia berkaca, sang pria akan melihat gambaran dirinya yang tidak lagi sempurna.

Ketika hukum spiritual dilanggar, tindakan pelanggaran itu sendiri menjadi sebuah hukuman dan menggerakkan berbagai kekuatan tak terlihat yang tidak bisa kita hindari seperti halnya kita tidak bisa menghindari hukum gravitasi.

Dalam setting korporasi, ketika pelanggaran kreatif seperti itu terjadi, perusahaan kehilangan kredibilitasnya, dan ini akan memberikan dampak yang sangat buruk. Target sales yang meleset bisa ditangani, tetapi pelanggaran etika dan prinsip tidak.

Untuk alasan inilah, kita perlu mendepak Karyawan yang melanggar integritas korporasi. Tom Peters, konsultan manajemen yang terkenal, berkata: “Tidak ada sesuatu yang disebut sebagai kesalahan integritas yang kecil.” Ini hal yang tidak bisa dikompromikan oleh korporasi.

Pemimpin bisa mendorong dan mempromosikan pelatihan untuk menambah kepercayaan diri, komunikasi, dan hubungan baik, serta menekan pada pentingnya integritas.Seorang pemimpin perlu mengirimkan pesan yang jelas dan lantang bahwa korporasi tidak memberikan toleransi apa pun terhadap para Karyawan yang melanggar integritas korporasi..
Sebuah renungan untuk kasus kawannya kawan saya itu...

Read More..

Tuesday, July 1, 2008

Meliput Ritual Kematian Dayak Pesaguan



Perjalanan ke Kecamatan Tumbangtiti Ketapang bukan medan ringan yang harus ditempuh. Jalan bak jus tape ini mau tak mau dilewati demi melihat prosesi penggalian kuburan usia 35 tahun. Jenazah seorang tokoh kharismatik Dayak Pesaguan yang sudah dikubur selama 35 tahun akan digali kembali.
Melewati Desa Pelang (desa yang sering disebut-sebut Ronny, suami saya, sebagai Desa Kanal), desa yang memang dilalui kanal yang panjangnya belasan kilometer. Program kanalisasi yang gagal, pikirku, ketika melihat banyak gulma dan semak-semak setinggi tiga meter di pinggir-pinggirnya. Parit yang dalam tapi perlahan mendangkal dan kotor.

Kembali meliput dan menulis adalah akitivitas yang sangat aku rindukan. Tulisan dan bahan-bahan itu kini sudah menumpuk di kepala dan siap dituangkan. Peristiwa unik dan langka yang terjadi hanya beberapa belas tahun sekali. Tulisan ini akan aku buat sepanjang 15.000 karakter atau lebih, dilengkapi foto-foto.
Aku puas, setidaknya aktivitas menulis di mana pun adanya, di kota sekecil Ketapang sekalipun tetap bisa aku lakoni. Banyak tema yang bisa ditulis. Berkarir sebagai penulis dan perlahan-lahan belajar menjadi penulis spesialisasi sudah lama jadi obsesiku. Fokus pada satu tema, dengan tidak melupakan tema-tema yang lain.
Meliput, mengendapkannya, menulis, editing dan mengirim bahan, akan aku lakukan dengan istiqomah. Selagi badan masih kuat bergerak, otak dan rasa masih mampu mengolah data yang masuk, semangat menulis masih membara, aku akan berkarya dan berkarya.

Read More..