Tuesday, August 19, 2008

Sanjak Liar


Kami telah mual
bau bangkai kata-kata
memoles bingkai-bingkai tua
dari cermin omong kosong

Kami mau : jantung hidup
darah merah
dendang lantang
pukulan nadi
yang mendera napas,
kian deras, hingga balapan
dengan tanggapan
otak dan hati,
otak dan hati sendiri.
Kami benci keindahan kuda pingitan
yang licin bulunya dan putih
hidup dari persediaan

Kami ingin:
kuda liar ditengah padang
yang deras melepas mau hatinya,
biar tertarung, biar patah, biar mati,
berani menjuang nasib,
merebut kemujuran
dalam sanggup bangkit kembali,
dengan tenaga sendiri,
untuk turun-naik gunung...berlari,
masuk keluar lembah...berdiri,
mendesak ke cakrawala
dengan kemauan yang mendidih,
haus baru, lapar baru,
bebas memilih hidup atau mati,
mana suka : Jiwa pelopor.

Saya suka puisi ini, sangat inspiratif buat membakar semangat yang kadang padam.
By Taslim Ali buat Pramoedya Ananta Toer, dari kata pengantar Mereka yang Dilumpuhkan, 1951)

1 comment:

Ririn.Syaefuddin said...

absolutely...i like this poem...very inspiriting the spirit...
Yups...menjadi kuda liar yang mengandalkan laju langkahnya sendiri lebih baik daripada kuda putih yang menjadi piaraan pemilik yang tidak bertanggung jawab. lebih baik daripada kuda binal yang menggunakan kaki lain untuk mendapatkan kemewahan