Report by Safitri Rayuni
Pembacaan vonis bagi mantan Kadishut Ketapang, Saiful H Iskandar yang dijawalkan digelar Selasa (23/12) pukul 09.00 WIB tertunda hingga pukul 14.50. Majelis hakim yang diketuai langsung oleh Ketua PN Ketapang, Parulian Saragih memutuskan Saiful terbukti bersalah demi hukum dan divonis dengan pidana bersyarat 10 bulan penjara denda Rp 5 juta subsider 1 bulan kurungan dengan masa percobaan selama setahun.
“Dengan ini majelis memutuskan terdakwa terbukti bersalah demi hukum, dan diputus 10 bulan penjara denda Rp 5 juta subsider 1 bulan kurungan, dan memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan dengan masa percobaan satu tahun. Terdakwa dikenakan biaya perkara Rp 5.000,” ucap Parulian lantang sambil mengetuk palu sidang.
Keputusan hakim ini sontak disambut gembira oleh peserta sidang dengan mengumandangkan takbir serta sujud syukur. “Allahuakbar,allahuakbar,” teriak beberapa pengunjung diikuti senyum lebar Saiful. Ia diminta hakim berdiri saat keputusan dibacakan.
Usai sidang, keluarga dan kerabat yang memenuhi ruang sidang berhamburan memeluk Saiful. Isak tangis haru terdengar lirih. “Saya bersyukur atas keputusan ini, persoalan jabatan dan status PNS saya sepenuhnya diserahkan kepada keputusan Bupati,” katanya kepada wartawan.
Kuasa Hukum Saiful, Alamudin SH mengatakan keputusan yang dibuat oleh hakim adalah keputusan yang adil. “Sebab Saiful hanya menjalankan rutinitas pekerjaan mengukur kayu yang telah ditetapkan di Permenhut nomor 55,” katanya.
Menanggapi keputusan ini, anggota tim Jaksa Penuntut Umum, Anton Sutrisno, menyatakan pihaknya akan pikir-pikir dulu. “Kita punya waktu selama tujuh hari untuk pikir-pikir terhadap keputusan ini,” singkatnya.
Ketua Majelis Hakim, Parulian Saragih ditemui wartawan di ruang kerjanya menjelaskan bahwa putusan pidana bersyarat terhadap Saiful dipertimbangkan atas beberapa faktor. Pertimbangan yang meringankan itu dirinci Parulian adalah sikap sopan dan jujur yang ditampilkan terdakwa selama persidangan dan selama masa tugas terdakwa yang tak pernah terjerat hukum.
“Terdakwa juga memiliki tanggungjawab terhadap keluarga dan akan memasuki masa pensiun, sementara sumbangsih pikirannya masih dibutuhkan, terlebih jika terdakwa ditahan di lapas kondisi psikisnya bukannya akan membaik tapi akan lebih buruk,” rinci Parulian.
Pada Jumat (18/12) lalu, terdakwa dan kuasan hukumnya, Alamudin SH membacakan pledoi yang meminta majelis membebaskan terdakwa dari jerat hukum. Saiful menilai yang ia lakukan telah sesuai dengan Permenhut Nomor 55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang berasal dari hutan negara.
Saiful juga merunut, dari keterangan sejumlah saksi, salah satunya Deden Mardiansyah, kurir dan pembuat surat DKO-FAKO. “Saya tidak pernah mengenal saksi sehingga tidak mungkin saya menelpon saksi, atau menyuruh datang ke rumah atau menyuruh tandatangan, juga mematikan DKO dan FAKO,” katanya.
Saiful juga membantah keterangan sejumlah saksi yang bertugas mencatat jumlah, ukuran, dan jenis kayu kemudian hasil catatannya diserahkan padanya sebagai ketua tim stock opname (SO) tidaklah benar. “Karena saya tidak pernah menjadi Ketua Tim SO. Begitupun keterangan bahwa saksi melakukan SO di PO Usaha Rimba Mandiri bersama-sama dengan tim sebanyak 6 orang yang diketuai saya tidaklah benar,” katanya.
12 Nakhoda Bebas
12 nakhoda dituntut dengan hukuman penjara 6 tahun, denda Rp 5 juta, subsider 3 bulan kurungan. Nakhoda Yusnahardi, Norton S dan Jainudin dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 5 juta dan subsider 3 bulan kurungan. Nakhoda Sukardi, Herman Halim dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 5 juta dan subsider 6 bulan kurungan.
Usai pembacaan vonis bagi ketiga perwira, vonis bagi 12 nakhoda diputus hakim selama 9 bulan 13 hari denda Rp 1 juta dengan subsider 1 bulan kurungan. Tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum juga sama, yakni 1 tahun penjara denda Rp 5 juta subsider 1 bulan kurungan. Jika dipotong masa tahanan selama 9 bulan 13 hari, maka keduabelas nakhoda bisa dibebaskan Selasa (23/12).
Pengacara keduabelas terdakwa, Budi Suryawan, Selasa (23/12) mengatakan pihaknya sedang mengupayakan para terdakwa dikeluarkan pada hari itu juga. “Berdasarkan putusan hakim, maka hari ini kami mengupayakan keduabelas nakhoda dikeluarkan dari rutan,” jawabnya.
Keduabelas nakhoda itu adalah Norton Siregar, Jainuddin, Herman, Edyansyah, Sudarmanto, Yusnahardi, Baharudin Hafid, Rappe, Bernat Aritonang, Bakri, Ahmadin, dan Sukardi.
Vonis Pemilik Kayu Lebih Ringan
Keesokan harinya, Jumat (12/12), vonis bagi dua terdakwa pemilik kayu dibacakan. Issiat Isyak dan Wengky Suwandy alias A Weng, dijatuhi hukuman masing-masing 2 tahun penjara dann 1,5 tahun penjara. Lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni lima tahun panjara buat Issiat dan 8 tahun buat A Weng. Issiat dikenai denda Rp 5 juta subsider 3 bulan kurungan, A Weng didenda Rp 15 juta subsider 1 bulan kurungan.
Pengacara Issiat, Adel mengaku heran dengan putusan itu. “Kami akan banding. Bukti berupa fotokopi surat DKO (daftar kayu olahan) tak dapat menjadi bukti materil karena tidak ada jaminan absah tidaknya,” tukasnya.
Hakim Ketua persidangan, Eddy Parulian Siregar menegaskan Issiat dan A Weng terbukti bersalah. Mereka juga dinilai berbelit-belit saat memberi keterangan. *
Tuesday, December 23, 2008
Kadishut Divonis dengan Pidana Bersyarat
Diposting oleh Safitri Rayuni di 10:47 PM
Label: hukum, lingkungan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment