Monday, December 22, 2008

Kapolres Ketapang Divonis Tiga Tahun Penjara

Report by Safitri Rayuni
Ketapang- Pengadilan Negeri Ketapang, Senin (22/12) memvonis mantan Kapolres Ketapang, AKBP Akhmad Sun’an, bersama dua perwira lain, yakni mantan Kasatreskrim Polres Ketapang, AKP M Kadhapy Marpaung, dan Kasat Polair Ketapang, Iptu Agus Luthfiardi masing-masing dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp 5 juta.

Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum M Ali Said dan Sri Rahayu mengajukan tuntutan hukuman 6 tahun 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp 25 juta bagi ketiganya.

Ketiga mantan pejabat Polres Ketapang itu sempat ditahan Mabes Polri sebagai tersangka kasus pembalakan liar yang merugikan negara sebesar Rp 216 miliar. Barang bukti 19 kapal berisi 12 ribu meter kubik kayu berhasil diamankan oleh tim Mabes Polri di Sungai Pawan Ketapang pada 14 Maret 2008.

Ketiganya didakwa primair dan subsider dengan Pasal 56 ke-2 KUHP juncto Pasal 50 ayat (3) huruf f juncto pasal 78 ayat (5) serta Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Mereka diancam pidana maksimal 10 tahun penjara, untuk primair dan subsider lima tahun penjara.

Pembacaan keputusan yang semula dijadwalkan Sabtu (18/12) ini tertunda hingga pukul 15.35 dan selesai pada pukul 17.40 WIB kemarin. Ketua Majelis Hakim Eddy Parulian Saragih beralasan tertundanya sidang karena majelis hakim masih menangani banyak perkara pada hari tersebut.

Ketiga terdakwa yang tiba pada pukul 14.00 tampak berpakaian rapi. Meski harus menunggu, ketiganya tampak tenang saat pembacaan putusan dilakukan secara bergilir selama sekitar dua jam di lantai dua gedung PN Ketapang.

Majelis hakim yang dipimpin Eddy Parulian Saragih, hakim anggota Sumaryoto dan Rendra dalam berkas putusan menilai ketiga terdakwa terbukti melakukan tindak pidana illegal logging yang merugikan negara.

“Dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan, terbukti terdakwa melakukan tindak pidana pelanggaran Pasal 56 ke-2 KUHP juncto Pasal 50 ayat (3) huruf f juncto pasal 78 ayat (5) serta Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” kata Eddy membaca putusan.

Eddy menegaskan, jika salah satu unsur dakwaan sudah terpenuhi maka tidak perlu menimbang unsur lainnya. “Misalkan pembantu rumah tangga yang terlibat perampokan, jika ikut memberi bantuan moril maupun materiil maka ikut bersalah,” tukasnya.

Hakim mengatakan, keterangan sejumlah saksi yang juga menjadi terdakwa dalam perkara tersebut memberi bukti kuat bagi hakim. “Tak jadi soal apakah keterangan tersebut disampaikan di luar persidangan atau di-BAP, bagi kami keterangan-keterangan tersebut menjadi bukti dan tidak bisa dicabut begitu saja oleh para saksi,” ungkap Eddy.

Keterangan saksi-saksi inilah yang memberatkan ketiganya. Menurut saksi Adi Murdiani yang sempat menjadi calon Wakil Bupati Kayong Utara pada pilkada KKU, ketiganya meloloskan empat kali pengiriman kayu ilegal dari perairan Ketapang menuju Pulau Jawa.

Hakim menilai ketiganya terbukti menerima suap masing-masing sebesar Rp 33 juta untuk M Kadhapy dan Rp 2 juta bagi Agus Lutfiardi untuk pembuatan DKO KM Bintang Semesta.

Selain itu, Isiat, pengusaha kayu, bersaksi sebanyak 500 meter kubik kayu olahan yang ditebang secara ilegal berhasil lolos karena pengusaha kayu memberikan uang sebesar Rp 95 juta kepada terdakwa di rumah makan Ceria Ketapang.

Kesaksian lain, nakhoda kapal bernama Sudarmanto mengungkap 400 meter kubik kayu yang ia bawa tidak disertai dokumen yang sah.

Para saksi pengusaha kayu juga mengaku dimintai uang oleh aparat kepolisian masing-masing sebesar Rp 8 juta untuk biaya berangkat ke Kuching, Malaysia.

Mereka juga dikenai biaya sebesar Rp 350 ribu – Rp 375 ribu per meter kubik kayu untuk pembuatan FAKO. Tak hanya itu, para pengusaha juga dimintai Rp 23 juta untuk dana pembangunan masjid Polres Ketapang.

Kesaksian dari anggota Polres Ketapang, diantaranya Aditya Mulya dan Sugondo juga tak kalah memberatkan ketiganya. Pasalnya, anggota yang melakukan pengecekan terhadap barang bukti dari 12 kapal yang tertangkap di lapangan, telah melaporkan kejanggalan dokumen berupa DAKO fotokopian kepada pimpinan. Namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti, hingga akhirnya tim Mabes Polri turun tangan.

Sebelum menahan tiga perwira Polri itu, Polri telah menahan 26 tersangka termasuk tujuh pejabat Dinas Kehutanan Ketapang sebagai tersangka.

Pengacara terdakwa, Jamhuri menyatakan atas putusan terhadap ketiga terdakwa, pihaknya akan mengajukan banding. “Satu tahun pun vonisnya, kami tetap akan banding. Bagi kami fakta persidangan tidak memenuhi unsur-unsur yang bisa menjerat terdakwa, lihat saja pasal tuntutannya, tidak ada pasal korupsi atau tindak pidana pencucian uang (TPPU),” urainya.
Sun’an Minta Maaf
Meski mengaku tidak terkejut dengan vonis hakim, Akhmad Sun’an tak dapat menyembunyikan raut wajah kecewa. Kepada wartawan usai persidangan ia menegaskan akan mengajukan banding atas vonis tersebut.

“Perasaan saya biasa-biasa saja. Silakan bandingkan dengan pernyataan Wijaya dan lain-lain, yang jelas saya tetap ajukan banding,” katanya merujuk pada saksi-saksi yang juga menjadi terdakwa dalam perkara itu.

Ia juga menyatakan permohonan maaf kepada masyarakat Ketapang. “Saya meminta maaf kepada masyarakat Ketapang, khususnya masyarakat Dayak, karena telah merusak hutan di Ketapang,” katanya sambil tersenyum.

Pria yang mengenakan setelan safari warna abu-abu ini mengungkapkan akan tetap mengikuti prosedur selama pengajuan banding dilakukan. “Kita akan ikuti prosedur, semoga menjadi pembelajaran,” tandasnya. (*)

No comments: