Wednesday, March 11, 2009

Iiihh melahirkan itu seperti...(part One)


Aku mau cerita-cerita dikit soal proses persalinan normal yang aku jalani. Walau sampai sekarang aku belum menemukan kata-kata yang pas buat mendeskripsikan rasa yang aku alami. Baik padanan kata yang pas buat menggambarkan jeri pada fisik dan kebahagiaan pada psikis. Juga ketegangan-ketegangan yang aku lewati.

Tegangnya, malam di mana kami terburu-buru akan ke klinik bidan, suami saya harus mengantarkan seorang ibu korban penjambretan untuk melapor ke pos polisi terdekat. Jeri fisik yang tak tertahankan lagi memaksa aku untuk tetap berusaha bersabar, semoga pertolongan yang diberikan suami secara tak langsung turut mempermudah proses kelahiran bayi kami nantinya.



Suami saya yakin dan bilang, jika kita menolong orang susah Allah pasti juga akan menolong kita. Saya terkesima. Kagum bercampur bangga. Merasakan betapa beruntungnya saya dicintai lelaki yang berjiwa sosial, tidak individualis alias mengutamakan kepentingan dirinya di atas kepentingan orang lain yang sedang kesusahan. Thanks god, u send me a nice person.

Ceritanya, pada sore harinya aku sudah mulai merasakan kontraksi ringan. Kami ke bidan. Periksa dan tensi. Bidan bilang belum pembukaan. Padahal tanda berupa lendir dan darah cokelat sudah mulai ada sedikit-sedikit. Kata Rinda via telepon dari Sintang, kakak saya yang bidan, berarti sudah dekat waktunya.

Pulang dari bidan, saya dan suami jalan-jalan sore. Kami belanja ikan, jagung muda, dan sayuran, buat stok di rumah. Kebetulan Ibu saya sudah tiba sejak dua minggu lalu. Ibu saya hobi masak. Kami hobi makan. Klop lah. Sepanjang jalan, suami memutar lagu Internationale, lagu perjuangan katanya, dengan harapan anak kami jadi pejuang kelak. hehe ada ada aja..amin deh

Magrib menjelang. Kontraksi semakin kuat dan intens. Ayah mertua saya datang menjenguk. Ibu mertua sedang pemulihan usai opname, jadi tidak ikutan. Mertua meminta kami segera ke RS bersalin RS Fatima. Saya masih menunggu. Sebab kami memang berniat ke klinik bidan.

Pukul 20.30 mertua pulang. Tak lama saya merasakan kontraksi yang semakin kuat. Kami sudah hendak pergi, tapi kasihan ibu saya sendiri di rumah. Suami pun saya minta menjemput Risma, anak Bibik (orang yang selalu bantu-bantu beresin rumah) buat menemaninya. Nah, dalam perjalanan menjemput itulah seorang ibu sedang panik karena tasnya dijambret dua pria bermotor Yamaha Mio. Orang-orang ramai mengelilingi si Ibu tanpa memberi solusi apapun. Mana tangan si Ibu keseleo akibat adu tarik dengan si jambret. Pemuda setempat yang mau mengejar pelaku juga tertinggal jauh. Pak RT hanya bengong, sampai Ronny berinisiatif mengantar korban ke pos polisi terdekat. Sebelumnya ia menyempatkan menelepon saya meminta bersabar dan minta kirimkan nomor polres ketapang. Ck..ck...mana hape nya pake ketinggalan lagi....duhhh

Pukul 21.30 kami pun tiba di klinik Bidan Ratna. Di sinilah proses ketegangan dan jeri tak terkira mendera sepanjang malam hingga pagi menjelang. Ada sabar yang hendak dikayuh, ada sendu yang mendayu, ada haru yang membiru, juga ada kantuk (secara sepanjang malam gak bisa tidur dengan enak)...yang tak tertahankan..uaaaahhhhmmmmmm (to be contiuned)

No comments: