Wednesday, April 21, 2010

Pemda Ketapang perlu kemitraan

oleh : Safitri rayuni
FFI Update Ketapang- Walaupun mengaku optimis skema REDD bisa berjalan baik di Ketapang, namun Direktur Bina Perhutanan Sosial (BPS), Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Kementrian Kehutanan, Billy Hindra, menilai Pemerintah Daerah Ketapang perlu bermitra dengan banyak pihak.
“Pemda Ketapang perlu kerjasama dengan banyak pihak, perlu NGO seperti FFI dan lainnya. Saya selalu optimis ini berjalan baik, namun perlu komunikasi antara pusat, daerah dan pihak lain agar tidak saling curiga,” ungkap Billy, ditemui secara terpisah di luar forum dialog.



Pemda menurutnya wajib melakukan pelatihan dan pendidikan, termasuk pengembangan kelembagaan serta bimbingan kepada masyarakat. “Juga diperlukan komunikasi dengan masyarakat tentang hutan desa yang diusulkan, sehingga masyarakat bisa meningkatkan taraf hidupnya,” tambahnya.
Target realisasi hutan desa tahun 2010 secara nasional adalah 100.000 hektar di 20 kawasan di Indonesia, meliputi Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
“Alternatif lainnya adalah hutan kemasyarakatan, terkait pengembangan kebutuhan pemerintah dan masyarakat melalui skema REDD,” ujarnya.
Sedangkan hutan desa di Ketapang direncanakan ada di tiga lokasi. Pertama, hutan gambut di Matan Hilir Selatan (MHS), tepatnya di Pematang Gadung seluas 26.778 hektar. Lainnya di Beringin Rayo, Tumbang Titi dan Marau, seluas 61.835 hektar. Total kawasan hutan keseluruhan adalah 88.613 hektar.
Mengenai penetapan kawasan hutan desa di MHS perlu diusulkan Bupati kepada Menteri kehutanan. “Untuk Marau karena statusnya Areal Penggunaan Lain (APL) tidak harus diusulkan Bupati, namun merupakan wewenang Bupati karena sifatnya hutan rakyat,” tuturnya. 86.613 hektar adalah angka luasan yang besar, sehingga menurut Billy batas pengelolaan perlu diperhatikan, agar sesuai dengan batas administrasi desa.
“Untuk hutan desa di MHS, masuk dalam skema perdagangan karbon untuk Indonesia. Sedangkan di daerah lain di Jambi, hutan microhydro seluas 2.356 hektar,” rincinya.
Billy juga menekankan pentingnya aksesibilitas masyarakat terhadap hutan. “Kita berupaya membantu agar apa yang selama ini tidak legal menjadi legal, namun sesuai aturan,” katanya.
Ia menegaskan harus jelas pemahaman di tingkat masyarakat dan pemerintah tentang zona pemanfaatan, zona inti (rawan), kawasan hutan lindung dan hutan produksi. “Penting juga menciptakan unit usaha, bukan sekadar menanam, masyarakat perlu unit usaha apa, semisal jenis kayu unggul atau buah-buahan, perlu diakomodir. Sedangkan hutan zona inti bisa dikelola sebagai kawasan wisata alam,” tandasnya.

No comments: