Tuesday, January 8, 2008

Air Sungai Kapuas di Bawah Standar Baku Mutu

Oleh : Safitri Rayuni
Bisnis Indonesia

PONTIANAK-Pemerintah Kota Pontianak telah menganggarkan sedikitnya Rp 330 juta di dalam APBD Tahun Anggaran 2006, untuk pengadaan alat pemantau kualitas air baku di Kota Pontianak. Sabtu (18/11) lalu, pengadaan 15 unit peralatan dengan kemampuan mengukur 240 parameter pencemaran air baku ini pun terealisir.
Dipimpin Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kota Pontianak, Ade Halida Yulifus, uji coba peralatan dilakukan di tepi Sungai Kapuas, tepatnya di depan Kantor Wali Kota Pontianak. Hasilnya, air Sungai Kapuas berada di bawah standar baku mutu air bersih.

“Persoalan kualitas air adalah persoalan serius daerah kita, di mana 70 persen masyarakat Kota Pontianak dan Kalbar masih menggunakan air Sungai Kapuas secara langsung sebagai air konsumsi sehari-hari, baik melalui proses penyaringan PDAM maupun tidak,” ungkap Ade.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan tim Bapedalda dan supplier peralatan, kadar oksigen terlarut di Sungai Kapuas sebesar 4,98 miligram per liter, dengan pH 4, 68, kepadatan terlarut 24,6 miligram per liter, kecepatan 1,6 meter per det ik, tingkat kekeruhan air 22,1 KTU, saturasi 65,3 persen, kadar polutan terlarut 29,6 miligram per liter, salinitas 0,0 0/oo, dan daya hantar listrik atau konduktivitas sebesar 62,9 mikron per meter.
“Berdasarkan PP nomor 82 tahun 2001 tentang standar baku mutu air sungai, air bersih tidak boleh melebihi standar yang disaratkan,” ujar Ade. Upaya pengukuran yang dilakukan sebelumnya dikatakan Ade memerlukan proses yang cukup panjang di laboratorium, dengan keterbatasan pengukuran parameter.
Adanya 15 unit peralatan tersebut diakuinya memudahkan proses pengukuran yang langsung bias diketahui saat itu juga. “Persoalan selanjutnya adalah koordinasi Bapedalda dengan pihak PDAM maupun swasta yang berminat melakukan perbaikan kualitas air baku konsumsi masyarakat melalui pembinaan,” imbuhnya.
Sejauh ini, air Sungai Kapuas dikatakannya masih kerap dimanfaatkan untuk industri, perhotelan, rumah makan dan sejenisnya. Pencemaran di daerah aliran sungai (DAS) Kapuas selama ini dijelaskannya akibat pengaruh aliran hulu ke hilir, kandungan merkuri akibat aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI), limbah rumah tangga dan industri. “Saat ini 75 perusahaan industri dan rumah makan telah dibina Bapedalda Kota untuk memperhatikan kualitas mutu air baku,” terangnya .
Daerah yang tercemar di Pontianak lanjut Ade secara kasat mata tidak bisa dilihat, sebab harus dilakukan pengamatan di berbagai titik terlebih dahulu. “Jika mengukur melalui laboratorium, tergantung jumlah parameter dan biasanya harus menunggu satu minggu lamanya, belum lagi koordinasi yang melibatkan berbagai pihak pengelola air baku,” katanya.
Tercemar Merkuri
Mudahnya merkuri dijual di pasaran Kalbar, baik dalam kemasan kantung maupun botol plastik, turut berdampak mencemari Sungai Kapuas. Harga senyawa yang dipakai untuk aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin ini pun amat terjangkau bila dibandingkan dengan harga emas yang melangit.
Merkuri dijual seharga Rp 25 ribu per gram. Bapedalda Provinsi Kalbar pun belum diketahui nama perusahaan yang mengelola distribusi merkuri di Kalbar. Sebab, di negara ini pun belum ada satu pabrik pun yang memproduksi merkuri dalam kapasitas untuk diperjualbelikan.
“Jika satu gram merkuri bisa memilah satu gram emas dengan unsur non logam lainnya, maka bisa dibayangkan berapa besar tingkat pencemaran di satu titik sentral, yang selanjutnya aliran air di hulu ini akan dibawa ke hilir,” ungkap Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kalbar, Ir Tri Budiarto.
Apa pun praktek atau aktivitas yang dilakukan di suatu daerah, menurutnya sangat penting bagi masyarakat untuk mengkritisinya. “Bukan hanya sekadar keuntungan finansial semata, tetapi juga keuntungan sosial, ekologi dan lainnya,” ujarnya.
Memang, secara finansial warga sekitar aktivitas penambangan emas merasa diuntungkan. Meski tak secara langsung melakukan aktivitas pemilahan unsur logam dan non logam, mereka membuka warung dan rumah makan di sekitar penambangan emas ini. Harga jual barang di sana pun bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat, karena lokasi pedalaman yang sukar dijangkau kendaraan bermotor.
“Sejauh ini sampel kuku dan rambut yang kita ambil pada musim kering dan musim pasang menunjukkan tingkat pencemaran merkuri sudah melebihi ambang batas dan pada taraf berbahaya,” katanya yang sebulan lalu baru bersama-sama tim dari Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (sarpedal), untuk melakukan uji petik di Kabupaten Sintang dan Sanggau.
Sementara LSM Walhi juga telah melakukan pengambilan sampel kuku dan rambut penduduk di Mandor, Kabupaten Landak dan sekitarnya.
Begitu pun Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Tanjungpura Pontianak, telah melakukan uji petik sampel terhadap penduduk di sekitar Sungai Kapuas, baik penduduk yang mengkonsumsi air sungai maupun air ledeng PDAM. (K6)

2 comments:

Agus Salim said...

mba syafitri ini agus...aku juga orang kalimantan. oh ya katanya air sungai kapuas sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Agus Salim said...

ini alamat email buat facebook saya
agus6salim@gmail.com