Laporan Safitri Rayuni dari Australia
Australia pada umumnya, termasuk negara bagiannya, Victoria saat ini tengah mengalami krisis air baku. Catatan terakhir di dalam laporan harian The Age menyebutkan cadangan air baku dalam penampungan air di Australia saat ini hanya sekitar 39,6 persen saja. Ini merupakan masalah besar bagi pemerintah Australia.
Display pengumuman persediaan air ini ditampilkan setiap hari di kolom bawah halaman muka.Tak hanya krisis air baku, krisis air untuk irigasi (pengairan pertanian) juga menjadi masalah di sini. Dalam perjalanan untuk mengeksplorasi kota kuno penambangan emas ‘gold rush village’ di Kota Ballarat, Victoria, saya mendapat cerita menarik tentang masalah pengairan untuk pertanian ini.
Asisten program Australian Leadership Award (ALA) Fellow, Greg Burchel mengatakan saat ini tingkat kekeringan sudah mencapai puncaknya. “Ini adalah kekeringan yang paling besar dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini,” kata pria berusia 54 tahun ini. Sepanjang perjalanan menggunakan kereta api listrik ke Ballarat, Greg bercerita banyak
Pertama kami naik tram dari apartemen Quest Lygon di Jalan Carlton Melbourne, menuju stasiun kereta Soutern Cross. Perjalanan dengan kereta api listrik ini ditempuh selama dua jam, hingga tiba di Ballarat, kota tua di sebelah tenggara Melbourne. Cukuplah untuk bercerita banyak tentang persoalan besar yang menimpa pertanian di sini.
Pun di sepanjang perjalanan, tampak kampung-kampung petani dan peternak di pinggir kota. Aroma tanah yang lama tak tersiram hujan merebak. Belum lagi pohon-pohon meranggas di sepanjang jalan. Tandus. Tanah-tanah retak, rumput hijau kekuningan, yang juga masih dimamah ternak. Lapang. Namun tandus.
Juga beberapa industri pertambangan gas dan platina. Meski terbilang tandus dari pepohonan, namun ternak masih dapat menikmati rumput yang terbentang luas sepanjang peternakan. Rumput-rumput ini kata Greg memang dipelihara dan dipupuk dengan subsidi dana dari pemerintah.
Lahan yang luas dan panjang ini hanya dibangun beberapa rumah sebagai tempat tinggal bagi peternak dan petani. Tanaman pertanian di sepanjang jalan ini juga tidak begitu banyak jenisnya. Ada kedelai dan sedikit kebun anggur. “Lebih banyak menjadi peternak di sini, ketimbang petani,” kata asisten program APJC, Greg Burchel dan project officer Alex Kennedy hamper bersamaan.
Dijelaskan Greg, beberapa daerah adalah proyek pemerintah yang dikembangkan. “Petani diberi cash untuk mengembangkan pertaniannya. Problem besar yang dihadapi adalah kekurangan air, sehingga banyak tanaman yang mengalami stress karena kekurangan air,” katanya.
Mensiasati persoalan ini, Australia mengambil persediaan air tidak hanya dari laut, namun juga dari tanah dan menadah air hujan.
Mouzinho Lopez, teman dari Timor Leste yang duduk di samping saya tampak sedang asik membaca koran pagi itu. Judul headline di The Weekend Australia hanya dua kata: Deepening Crisis dengan memampang foto besar Perdana Menteri Australia John Howard dan Peter Costello yang digadang-gadang bakal menggantikannya.
“Persoalan ketersediaan air dalam jumlah besar memang menjadi persoalan besar bagi Australia. Meski sejauh ini untuk memenuhi kebutuhan air baku di wilayah perkotaan mereka mampu mengatasinya,” timpal Mouzinho sembari menunjuk berita di halaman dalam.
Namun pengairan untuk kawasan pertanian menjadi ancaman serius. Para ahli di ANZ memprediksi ekspor produksi pertanian Australia terancam menurun drastis dibanding tahun lalu. Seorang dosen dari Timor Timur, Marselukatanus yang sedang mengambil program Pasca Sarjana di Victoria Universiti juga mengatakannya kepada saya.
Menurutnya persoalan kekeringan dan kekurangan air sempat menjadi masalah luar biasa di sini. “Tetapi campur tangan pemerintah yang luar biasa mampu men-support para ilmuwan untuk mengembangkan sistem pertanian lahan kering di sini,” terangnya.
Dijelaskannya pertanian lahan kering atau lebih dikenal dengan primaculture tidak banyak memerlukan suplai air dan tidak memakai bahan kimia apapun. Semua cadangan nutrisi atau pupuk diambil dari alam. Di Indonesia model pupuk dari alam ini dikenal dengan pertanian organic.
“Namun ini tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri-sendiri. Ilmuwan dengan konsepnya, petani dengan kesulitannya, dan pemerintah dengan dana yang besar menjalankan program dengan caranya sendiri,” kata Marselukatanus.
Ia mencontohkan pertanian tradisional yang dikelola secara moderen di Moluala, sekitar 300 kilometer dari Melbourne. “Pertanian anggur dan kedelai di sana hamper semua memakai tenaga mesin, termasuk untuk pengairan dan pemupukan. Campur tangan pemerintah sangat banyak, terutama dalam pembiayaan. Tidak mungkin to, kita punya konsep kita juga yang mendanainya, itu akan sangat berat,” kata pria ini dengan logat Titum, bahasa daerah yang menjadi bahasa kebangsaan Timor Timur atau Timor Leste, sejak berpisah dari Indonesia pada 1999 lalu.
Kim Wells, anggota parlemen dari Partai Labor mengatakan saat ini cadangan air baku di penampungan pemerintahan Australia hanya sekitar 36 persen saja. “Ini menjadi masalah termasuk bagaimana caranya meningkatkan hasil pertanian dalam musim kemarau seperti ini. Perlu biaya yang sangat besar,” katanya. Dikatakan Kim, pemerintah Australia akan menghabiskan sekitar 8 miliar dollar amerika untuk ini. “Bukan biaya yang kecil untuk menjadikan salt water (air laut) menjadi fresh water (air siap pakai),” terangnya. □
Monday, January 7, 2008
Krisis Air Baku, Pemerintah Perlu 8 Miliar USD
Diposting oleh Safitri Rayuni di 11:42 PM
Label: ekonomi, lingkungan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment