Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak
Sedikitnya 70 perwakilan produsen tempe dan tahu di Kota Pontianak melakukan pertemuan dengan Disperindagkop UKM Kota Pontianak, Kamis (17/1) kemarin. Mereka mengeluhkan kenaikan harga kedelai yang berdampak luas bagi pelaku usaha kecil di Kota Pontianak.
Tak hanya pabrik tahu tempe yang sempat mengalami kevakuman, penjual gorengan juga mengeluh akan kenaikan harga komoditas satu ini.
Menyikapi persoalan ini, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop UKM) Kota Pontianak memberikan empat opsi kepada para pengusaha tahu tempe.
Dinas ini berharap sektor riil ini tidak lantas gulung tikar akibat naiknya sejumlah bahan pokok dan pangan. Empat opsi ini adalah mengkombinasikan bahan baku kedelai untuk produsen, dengan harga tetap, dengan cara mengurangi bahan baku kedelai.
Kedua, merevarasi mesin-mesin produksi tahu tempe, agar bahan baku kedelai tidak banyak terbuang. Ketiga, mengkombinasi bibit unggul melalui kerjasama dengan dinas tanaman pangan, sehingga kualitas kedelai mendekati dengan hasil impor.
Keempat, mendirikan sebuah koperasi tahu tempe di bawah naungan Disperindagkop dan UKM, tujuannya untuk menstabilkan harga dan menentukan harga jual.
Pertemuan yang dipimpin langsung Kepala Disperindagkop, Utin Hadidjah dan distributor kedelai Kota Pontianak, Andreas berujung pada sejumlah kesepakatan.
Utin mengatakan, harga kedelai dalam tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi, dari Rp3.500 sekarang, mencapai Rp8.000. Naiknya harga kedelai di pasaran disebabkan karena Indonesia masih mengimpor dari negara Amerika dan Argentina sebanyak 75 persen, sedangkan 25 persen hasil petani lokal.
“Sementara permintaan pasar terus meningkat, dan berkurangnya stok kedelai sehingga menaikkan harga,” kata Utin. Ia menambahkan, berkurangnya stok kedelai di dalam negeri juga disebabkan sebagian petani beralih ke tanaman jagung. Harga jual jagung sebagai bahan baku ethanol dan methanol untuk bahan bakar biodiesel dinilai lebih tinggi.
Penghapusan Bea Masuk Tak Berpengaruh
Andreas mengatakan, kebijakan pemerintah menghapuskan biaya masuk yang semula 10 persen menjadi 0 persen untuk 21 Januari nanti diprediksi tidak berpengaruh pada penurunan harga jual kedelai di pasaran. Ini disebabkan sekarang nilai tukar rupiah terhadap dollar meningkat menjadi Rp9.500.
Tetapi Andreas berencana tetap berusaha menekan harga jual kepada produsen di pasaran. Sementara produsen tahu di Jalan Parit Pangeran, Tan Ahai mengatakan, dengan kenaikan harga kedelai sangat memberatkan baginya.
Sekarang ini yang dapat dilakukan olehnya adalah tetap berproduksi hanya 50 persen saja, sedangkan keuntungan yang di dapat biasanya hanya 10 persen dari 50 persen sebelum kenaikan, kata Tan Ahai. Ini ia lakukan agar tenaga kerja tetap bertahan untuk bertahan hidup.
Heri, produsen tahu tempe di Jalan Pancasila mengatakan, sebenarnya Indonesia negara kaya, ini bisa dilihat untuk mencukupi kebutuhan selalu mengimpor dari luar negeri.
Seperti beras, gula, dan kedelai sendiri, Akibatnya terkena permainan harga dari distributor, karenamereka melihat ketahanan pangan kita lemah. Jika sudah begini, tak heran jika petani kedelai banyak yang beralih ke tanaman lain, selain harga jual di dalam negeri sangat rendah akibat banjirnya kedelai dari luar.
Ia mengimbau, saat ini peran pemerintah sangat menentukan dalam menstabilkan kembali harga kedelai. Salah satunya menghentikan impor kedelai dari luar, dan meningkatkan hasil produksi petani, sehingga meningkat pula produksi dalam negeri.
Friday, January 18, 2008
*Kenaikan Harga Kedelai Disperindagkop Tawarkan Empat Opsi bagi Pengusaha Tempe
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment